![]() |
Danau Singkarak |
Tak ada habisnya bagi kami berdua keindahan alam Sumatera Barat ini. Keindahan yang begitu alami, bukan buatan manusia, subhanallah. Hari ke-7 di rantau orang, membuat kami makin terbiasa, makin mengerti karakteristik orang-orangnya, gejala-gejala alamnya serta jalur-jalur liar pengembara yang jarang dilalui orang. Keuangan terus saja menipis seiring gilanya naluri bertualang yang tak ada habis-habisnya (padahal dari awal memang tipis, hehe). Tempat-tempat indah di tanah ini seolah-olah memanggil-manggila kami: hey, kenapa kalian tidak kesini? tidak punya nyali ya?. Mendengar itu, kami berdua yang mempunyai prinsip "dimana ada nyali, disitu ada jalan..!" langsung menjawab panggilan itu, tak peduli keuangan hampir habis atau tidak, karena hal itulah yang membuat kami menambah pengalaman dengan membantu seorang petani di Batusangkar dengan mencangkul disawahnya, mengembalakan kerbaunya dan mengangkut padi yang sudah diambil ke penjemuran. Hasilnya lumayan untuk memperluas daerah jelajahan, sekaligus pelajaran tentang sulitnya mencari uang walau hanya sepeser.
Modal yang tak seberapa ditambah nyali yang jauh lebih besar dari modal tadi membuat kami pergi meninggalkan Batusangkar, kota yang penuh cerita historis dan sangat eksotis. Tujuan kami adalah Danau Singkarak. Dari informasi yang kami dapatkan, jarak antara Batusangkar ke danau Singkarak sekitar 1 jam, dengan menumpang bus yang murah.
Danau ini sangat indah, airnya tenang, dingin dan berwarna biru. Airnya jernih, sehingga walaupun kita sudah memandang agak jauh, kita masih dapat melihat ikan-ikan berenang. Tak sabar kami ingin melompat kedalamnya. Masyrakat sekitar menjual ikan khas tangkapan yang hanya ada di danau Singkarak dan danau Maninjau, ikannya kecil-kecil, rasanya gurih, seperti ikan air laut tapi ukurannya lebih kecil.
Karena danau ini cukup besar, jadi ada beberapa aliran keluar yang menjadi sungai. Sungai-sungai itu juga sangat jernih, tipikal sungai-sungai di daerah Sumatera Barat yang kami perhatikan adalah berbatu-batu besar dan berarus deras. Melihat sungai-sungai yang indah itu, saya sempat teringat dengan sungai yang ada kampung halaman ayah saya, Tantaman, sekitar 2 jam dari Bukittinggi, sungainya sangat indah, dulu saya kesana sewaktu berumur sekitar 12 tahun. Pagi itu, ayah mengajak saya keluar dari rumah tempat keluarga kami menginap. Saya dibawa berkeliling desa dengan berjalan kaki, melihat sawah-sawah yang masih berembun, melewati pinggirannya hingga sampai di pengairan yang berasal dari sebuah sungai jernih berbatu. Kami duduk di sebuah batu besar dipinggir sungai, dia mulai bercerita: Adek, gak boleh jahat sama mama ya, mama itu capek lho, lihat, dia nyiapin makan kita, ngurusin rumah dan banyak lagi yang dikerjakannya, harus nurut sama apa yang dibilangnya, gak boleh melawan dan jangan buat dia sedih. Saya hanya diam. Melihat ekspresi saya, ayah hanya tersenyum kecil dan meletakkan tangannya dibahu saya dan menepuk-nepuknya, itu memang kebiasaannya, hanya begitu tapi bagi saya penuh arti. Dia melanjutkan ceritanya: waktu kecil, papa sama kawan-kawan mainnya disini, dulu gak ada uang jajan, pulang sekolah bawa kerbau makan dan memandikannya disini, sambil menunggu kerbaunya berendam kami bermain suling. Dalam hati saya hanya berfikir, pantas saja orang yang menjadi ayahku ini memiliki cita rasa seni yang mengagumkan. Di tempat yang indah seperti ini, walau hanya duduk mengamati aliran sungai yang jernih dengan bebatuan besar dan udara yang sejuk, pastilah akan terlahir inspirasi bermusik. Sayangnya bakat seni miliknya itu tak turun kepada saya, yang dari kecil hidup di kepadatan kota yang membosankan.
Begitulah cerita tentang danau Singkarak dan sungainya. Puas merasakan sejuknya air yang tenang, kami menginginkan sesuatu yang lebih ribut, brguncang dan menguji nyali. Tujuan selanjutnya adalah Lembah Anai. Lembah Anai adalah air terjun yang terletak sekitar 1 jam dari Bukittinggi dan 1,5 jam dari Batusangkar. Saat itu perjalan kami mulai dari Bukittinggi, informasi yang kami dapatkan: pengangkutan mulai jarang ke daerah itu disebabkan pegunungan yang longsor, jadi beberapa perusahaan pengangkutan mengubah jalurnya. Beberapa hari terakhir memang sering hujan, jadi semakin sulit saja mencari angkutan yang melewati lembah Anai, padahal jalur tersebut adalah jalan lintas yang menghubungkan Bukittinggi dangan Padang. Kami terus saja mencari inforamasi di terminal bus Bukittinggi hinga mendapatkan satu angkutan yang kesana. Jalan menuju lembah Anai sangat berkelok, naik turun dan dipenuhi jurang. Nyali kami betul-betul diuji.
![]() |
Lembah Anai |

Perjalanan mendatangi air yang tenang dan yang menggelegar sudah terlasksanakan. Cukup puas, tapi perjalanan belum berakhir. Selanjutnya, menutup perjalanan yang panjang, kami mendatangi kota Padang, dulu saya pernah berjanji akan kembali ke kota ini. Next post..! Salam Jepret..!