Kenshin Himura, kesatria pedang yang bekerja dibalik layar demi berdirinya zaman restorasi Meiji. Seorang samurai yang kejam, dan sudah banyak orang yang dibunuh olehnya. Orang-orang menjulukinya Kenshin Sang Pembantai. Pada suatu waktu dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi membunuh serta membalik mata pedangnya agar tak lagi dapat melukai orang, pedangnya mempunyai nama Zanbato, hingga akhirnya dia menjalani hidup sebagai orang biasa.
Bicara soal Kenshin, saya jadi teringat seorang teman, yah, menurut saya dia sangat mirip dengan Kenshin, namanya Die (tapi kalau Die adalah Kenshin, maka saya adalah Sanosuke Sagara atau dikenal dengan Zanza Si Pembuat Onar, mereka kan sahabat sejati, hehe). Bagi saya, Die sangat mengagumkan. Dan masa lalunya juga yang membuatnya sekarang rendah hati (lebih tepatnya masa lalu kami :p). Tapi kalau saya sih masih jauhlah seperti Die, makanya saya sering minta nasehat-nasehat darinya. Kami tinggal berbeda kota, saya di Medan sedangkan dia Pekanbaru, komunikasi hanya melalui HP. Nah, karena saya dan Rudi sedang menjalani program yang kami sebut Systematic Chaos Backpacking (backpackeran ala orang aneh), kami akan menyambangi kandang Die. Bagi yang ingin melihat fotonya, klik aja langsung, hehe.
saya : halo (dengan wajah kusut seharian dalam perjalanan).
ibu : iya, udah dimana?
saya : nih baru nyampe mak, masih nanya-nanya orang, kekota itu naik apa.
ibu : loh? kok naik apa, minta jeput ama sepupumu abis itu istirahat dirumah tulang (paman).
saya : yah, kan kemaren udah dibilang gak mau nginap tempat mereka?
ibu : jadi mau dimana, dipinggir jalan? kan baru pertama kali kesana.
saya : kalau nginap tempat saudara gak asik dong mak, ini rencananya mau nyari Losmen yang murah atau Masjid/Mushala, ya.. ya.. ya..?
ibu : ada-ada aja ni anak, ya udah, tapi pokoknya nanti harus singgah sebentar dirumah tulang ya, bilang mama titp salam.
saya : oke deeeh..!
Mosque & Church |
Bersandar Di Siak |
Penasaran dengan koleksi perpustakaan Pekanbaru, akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan. Gambar di samping adalah perpustakaan Pekanbaru, koleksinya sangat menakjubkan, apalagi Rudi adalah penggemar buku-buku sejarah. Buku-buku manca negara juga banyak. Didalam sangat nyaman, sejuk, serta akses internet yang lumayan cepat. Dari view luar, perpustakaan ini seperti buku yang terbuka, wah, arsitektur bangunannya mengagumkan.
Keesokan harinya, kami lebarkan sayap petualangan ke Kabupaten Kampar, desa Lipat Kain. Disana Rudi mempunyai famili, jadi kami tinggal untuk menginap satu hari. Tak banyak yang bisa dilihat di desa ini, hanya panorama perbukitan dan beberapa sungai/kanal kecil. Bagi saya, yang paling mengasyikkan di desa ini adalah saat makan malam, saat itu kami makan bersama, dan semua sangat berselara, maklum waktu itu cuaca agak dingin. Mereka menyajikan ikan hasil tangkapan dari sungai, masih segar, entah apa nama ikannya, yang jelas saya kesulitan mendapatkannya di Medan.
Yah, dua hari pertama yang melelahkan dalam program Systematic Chaos Backpacking, hehe. Tapi bagi kami kota ini cukup unik, ingin rasanya kembali lagi kesana. But, show must go on..! hehe. Oke, kalau begitu pada postingan selanjutnya kami akan bercerita tentang pengalaman kami di Bukittinggi serta beberapa tempat diskitarnya. Salam Jepret..!
koq gak di sebutkan biaya perjalanan ala ransel *kyak acara tv
BalasHapushehehehe......
lleeeeeeeebbbbaaaaayyyyyyyy mmmoddeee oonnnn...
BalasHapustpi aq pengeeennnnnnnnn
osi: wah, oke deh buka rahasia nih..
BalasHapusselama sepuluh hari di rantau orang,
kita cuma ngabisin 300 ribu,
itu udah termasuk semua biaya transport antar kota dan keseluruhan,
huehue..
iyuz: weleeeh..
BalasHapusngeblog juga toh buk,
malahan kau duluan dari aku ya..
hehe, mantap,
kan kalo gak lebay gak exis yuz,
huahaha..!
huuh...
BalasHapusgk ngajak ngajak.
ridwan: lho, aku gak mungkin ajak anak2 lemah kayak kalian, caraku cara backpacker, hahaha..!
BalasHapus