Selasa, 03 Agustus 2010

Journal: Day 1, 2..


Kenshin Himura, kesatria pedang yang bekerja dibalik layar demi berdirinya zaman restorasi Meiji. Seorang samurai yang kejam, dan sudah banyak orang yang dibunuh olehnya. Orang-orang menjulukinya Kenshin Sang Pembantai. Pada suatu waktu dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi membunuh serta membalik mata pedangnya agar tak lagi dapat melukai orang, pedangnya mempunyai nama Zanbato, hingga akhirnya dia menjalani hidup sebagai orang biasa.

Bicara soal Kenshin, saya jadi teringat seorang teman, yah, menurut saya dia sangat mirip dengan Kenshin, namanya Die (tapi kalau Die adalah Kenshin, maka saya adalah Sanosuke Sagara atau dikenal dengan Zanza Si Pembuat Onar, mereka kan sahabat sejati, hehe). Bagi saya, Die sangat mengagumkan. Dan masa lalunya juga yang membuatnya sekarang rendah hati (lebih tepatnya masa lalu kami :p). Tapi kalau saya sih masih jauhlah seperti Die, makanya saya sering minta nasehat-nasehat darinya. Kami tinggal berbeda kota, saya di Medan sedangkan dia Pekanbaru, komunikasi hanya melalui HP. Nah, karena saya dan Rudi sedang menjalani program yang kami sebut Systematic Chaos Backpacking (backpackeran ala orang aneh), kami akan menyambangi kandang Die. Bagi yang ingin melihat fotonya, klik aja langsung, hehe.

Rencana ini sudah kami susun lama, hinga pada 19-07-2010 kami tetapkan sebagai hari keberangkatan. Destinasi pertama: Pekanbaru, disini kami akan hidup dengan mengandalkan nyali (lebay amat), karena memang dari awal kami tidak memtuskan untuk mengeluarkan lebih banyak uang. Kami mencari tempat penginapan termurah dan apabila tak mendapatkannya, emperan toko dan kolong jembatan bukan pilihan yang buruk. Satu kata yang tepat untuk kota ini: Bersih. Pekanbaru  adalah ibukota provinsi Riau dan memakan waktu 8 jam apabila ditempuh dengan Bus dari kota Rantauprapat. Bangunan-bangunan tertata dengan rapi, trotoar berjarak lebar dari tepi jalan, berbeda sekali dengan kota Medan: Sumpek Over. Masyarakat asli adalah suku Melayu, yang bermukim dari mulai pesisir barat hingga tepian sungai Siak. Saat itu kami sampai di Pekanbaru pagi sekali, karena Bus yang kami tumpangi dari Rantauprapat berangkat malam hari. Tiba-tiba HP saya berdering, wah, ibu saya menelpon:









saya    : halo (dengan wajah kusut seharian dalam perjalanan).
ibu    : iya, udah dimana?
saya    : nih baru nyampe mak, masih nanya-nanya orang, kekota itu naik apa.
ibu    : loh? kok naik apa, minta jeput ama sepupumu abis itu istirahat dirumah tulang (paman).
saya    : yah, kan kemaren udah dibilang gak mau nginap tempat mereka?
ibu    : jadi mau dimana, dipinggir jalan? kan baru pertama kali kesana.
saya    : kalau nginap tempat saudara gak asik dong mak, ini rencananya mau nyari Losmen yang murah atau Masjid/Mushala, ya.. ya.. ya..?
ibu    : ada-ada aja ni anak, ya udah, tapi pokoknya nanti harus singgah sebentar dirumah tulang ya, bilang mama titp salam.
saya    : oke deeeh..!

Mosque & Church
Setelah tanya sana-sini sama orang-orang diterminal, akhirnya kami mendapatkan informasi angkutan umum ke kota. Jaraknya cukup jauh, tapi lalulintas lancar dan jarang macet. Berkeliling cukup lama dikota dengan bawaan Tas yang beratnya mungkin mencapi 20kg. Tadi memang kami menemukan losmen kecil, tapi harganya kurang sesuai, hingga berjalan beberapa kilo lagi dan dapatlah sebuah losmen bergaya klasik (jadul), harganya juga jadul euy. Kami letakkan tas, antri kamar mandi (hehe), lalu bersiap berkeliling. Tanpa istirahat, kami langsung mendatangi museum, perpustakaan, masjid Raya, danau buatan dan beberapa tempat lainnya. Rudi si Yakuza berkata: apabila berkunjung ke suatu tempat, lihatlah apa yang manusia-manusia itu makan. Maka kami mencari informasi makanan khas melayu atau makanan khas daerah ini. Mencoba Gulai Asam Pedas Ikan Patin dan makan sate di Senapelan.


Siangnya, kami mencari tempat kos teman saya yang tadi diceritakan diatas. Die tinggal di daerah Tangkerang, cukup jauh dari kampusnya. Ditempat kos Die kami sempat beristirahat, menunggu dia bekerja, salah satu yang saya kagumi darinya adalah kegigihannya. Tahun lalu dia memtuskan untuk tidak mau lagi dikirimi uang bulanan dan mengembalikan mobil yang diberikan ayahnya, mencari tempat kos murahan dan meninggalkan rumah kontrakannya. Die bekerja sebagai staff koperasi, katanya sih gajinya lumayan, sampai-sampai dia mentraktir kami berdua ongkos Busway dari jalan Sudirman ke Alam Mayang (huh, cuma traktir tiga ribu perak aja diceritain). Dia juga membawa kami shalat Ashar di masjid Raya, masjidnya cukup besar, sangat banyak aktifitas yang dilakukan disini. Lalu kami bertualang ke sungai Siak, karena saya menyukai sungai, setiap kota yang kami datangi saya selalu mengabadikan sungai-sungainya.
Bersandar Di Siak

Pada foto narsis saya dan Rudi diatas, Die menggunakan Lens Filter UV, agak sulit mengkombinasikan dengan cuaca yang saat itu cukup mendung, dimana ISO tinggi akan berakibat noise yang berlebihan, maka cukup menggunakan bukaan lens sekitar 2,8 gambar akan tetap bercahaya. Untung saja lens kit saya dapat masuk dengan lens filter UV nya Die. Sayangnya, sewaktu saya coba foto panorama dengan lens Wide + lens filternya Die, hasilnya, naudzubillah, ancuuur. Atas permintaan yang bersangkutan, gambar Die tidak dimuat, hehe.

Penasaran dengan koleksi perpustakaan Pekanbaru, akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan. Gambar di samping adalah perpustakaan Pekanbaru, koleksinya sangat menakjubkan, apalagi Rudi adalah penggemar buku-buku sejarah. Buku-buku manca negara juga banyak. Didalam sangat nyaman, sejuk, serta akses internet yang lumayan cepat. Dari view luar, perpustakaan ini seperti buku yang terbuka, wah, arsitektur bangunannya mengagumkan.

Keesokan harinya, kami lebarkan sayap petualangan ke Kabupaten Kampar, desa Lipat Kain. Disana Rudi mempunyai famili, jadi kami tinggal untuk menginap satu hari. Tak banyak yang bisa dilihat di desa ini, hanya panorama perbukitan dan beberapa  sungai/kanal kecil. Bagi saya, yang paling mengasyikkan di desa ini adalah saat makan malam, saat itu kami makan bersama, dan semua sangat berselara, maklum waktu itu cuaca agak dingin. Mereka menyajikan ikan hasil tangkapan dari sungai, masih segar, entah apa nama ikannya, yang jelas saya kesulitan mendapatkannya di Medan.

Yah, dua hari pertama yang melelahkan dalam program Systematic Chaos Backpacking, hehe. Tapi bagi kami kota ini cukup unik, ingin rasanya kembali lagi kesana. But, show must go on..! hehe. Oke, kalau begitu pada postingan selanjutnya kami akan bercerita tentang pengalaman kami di Bukittinggi serta beberapa tempat diskitarnya. Salam Jepret..!


6 komentar:

  1. koq gak di sebutkan biaya perjalanan ala ransel *kyak acara tv

    hehehehe......

    BalasHapus
  2. lleeeeeeeebbbbaaaaayyyyyyyy mmmoddeee oonnnn...
    tpi aq pengeeennnnnnnnn

    BalasHapus
  3. osi: wah, oke deh buka rahasia nih..
    selama sepuluh hari di rantau orang,
    kita cuma ngabisin 300 ribu,
    itu udah termasuk semua biaya transport antar kota dan keseluruhan,
    huehue..

    BalasHapus
  4. iyuz: weleeeh..
    ngeblog juga toh buk,
    malahan kau duluan dari aku ya..
    hehe, mantap,
    kan kalo gak lebay gak exis yuz,
    huahaha..!

    BalasHapus
  5. ridwan: lho, aku gak mungkin ajak anak2 lemah kayak kalian, caraku cara backpacker, hahaha..!

    BalasHapus