Kamis, 30 September 2010

Journal: Day 9, 10..

View dari atas Jembatan Sitinurbaya

Menutup perjalanan backpackeran kami, Padang adalah kota terakhir yang kami kunjungi. Ini adalah kali kedua saya datag ke Padang. Sangat banyak perubahan terjadi pada kota ini, padahal jaraknya hanya satu tahun dari saat pertama saya kesini. Maklum, hal itu disebabkan gempa bumi yang cukup dahsyat yang terjadi beberapa waktu lalu, gempa bumi tersebut cukup membuat kota yang dulu sangat saya senangi karena kebersihannya, keindahan bangunan-bangunan peninggalannya serta tempat-tempat jajanan yang bertaburan menjadi sangat berubah. Masih banyak sisa bangunan yang rubuh, bahkan terlihat dari beberapa gedung-gedung pemerintahan dan perkantoran yang belum diperbaiki dan beberapa ruas jalan yang rusak akibat gempa. Tapi hal itu sungguh tak membuat kami berdua tak berselera melanjutkan perjalan gila kami, hehe. Beberapa tempat di Padang sangat saya sukai, karena keindahannya dan cerita yang ada antara saya dan tempat itu :).

Siti Nurbaya Bridge

Jembatan Sitinurbaya


"sesungguhnya apapun yang ada pada kami saat ini adalah yang terbaik dariMu untuk kami ya Allah, ampunilah kekufuran kami, ampunilah kami yang tak pernah bersyukur.." -Die

Sebuah pesan singkat (SMS) masuk ke HP saya dari teman yang beberapa waktu lalu kami kunjungi di Pekanbaru, Die. Anak bodoh ini sering mengingatkan saya agar tidak macam-macam hidup di dunia fana ini, karena yang nyata itu adalah akhirat. Saya memaknai isi SMS Die tersebut sambil berjalan kaki melintasi pusat kota Padang. Melihat bangunan-bangunan yang hancur, dalam hati saya berfikir: wah, padahal kehancuran ini sangatlah gampang membutanya di tangan Tuhan, hal begini merupakan hal yang sangat kecil, semua bangunan-bangunan kokoh ini adalah hasil kerja keras manusia, yang mereka bangun setinggi-tingginya dan mereka banggakan seolah-olah tak ada yang dapat menghancurkannya, padahal hanya dengan berapa menit  banyak yang rusak, innalillah. Siapa yang tahu, kejadian ini memang dibutuhkan, kita hanya perlu berfikir positif kepadaNya. "Kehancuran adalah sebuah pelajaran, mungkin diwaktu yang dulu, kita adalah orang-orang yang sudah diberi kesempatan oleh Tuhan untuk hidup tapi tak pernah bersyukur, berbuat sesuka hati tanpa sadar bahwa dahsyatnya kekufuran hanya memuluskan jalan menuju Neraka Jahannam.." (Hellacious Infidel). Wah, dari perjalanan ini pun saya mendapatkan pelajaran, apapun yang diberikan adalah yang terbaik, walau itu sebuah kehancuran, karena hanya dengan itulah saya bisa belajar. Tanpa sadar, berjalan kaki santai sambil melihat-lihat, sampailah kami di tujuan kami: Jembatan Siti Nurbaya.
The Old Lamp

Saya berkata kepada Rudi: Kau lihat Ban? Jembatanku gak dihancurin Allah..!. Saya sangat menyukai jembatan ini, dari mulai arsitekturnya, letaknya di dekat muara yang apabila kita menghadap kearah barat disore hari saat matahari tenggelam, kita akan menyaksikan pemandangan sunset yang indah, juga cafe yang ada di pinggiran sungai dibawah jembatan. Sore itu akhirnya kami memtuskan untuk ngopi di The Fourth Avenue Cafe, dulunya waktu pertama kesini, cafe ini menyuguhkan live musik yang terletak agak ketengah air, maklum, stage nya dibangun ditengah air, tapi sekarang sudah tidak ada lagi, mungkin karena gempa itu juga. Hmm, tak apalah, toh sekarang ngopinya juga masih diiringi live musik kok, bedanya, sekarang hanya live piano yang dibawakan seorang laki-laki tua, lagu-lagunya blues dan beberapa jazz, hehe. Coffee Latte + Live Music dipinggiran pelabuhan, wah, itu baru namanya komplit. Sambil melihat jembatan itu lagi dari bawah, saya dalam hati berucap, akhirnya dapat kembali lagi ke tempat ini, ke jembatan ini, terima kasih ya Allah.
Bersandar PadaMu

Air Manis

Batu Si Malin Kundang

Bisa dibilang, tempat ini adalah obsesi teman kribo saya, Rudi. Katanya dia ingin melihat gimana sih akibatnya kalau melawan orang tua itu, katanya jadi batu ya? Berkali-kali juga saya bilang, huh, itu cuma cerita rakyat, kalau melawan orang tua hukumannya jauh lebih berat dari itu. Contohnya ya kita, coba kita lihat balik, dulunya kita berada dalam perutnya selama 9 bulan, kalau difikir-fikir, hal itu pasti sangat merepotkan sekali, bayangkan semua aktivitas yang dilakukannya sambil membawa beban juga makanan yang dimakannya yang juga tak sepenuhnya untuk dirinya, dan apabila saat melahirkan, walaupun kita takkan pernah tahu bagaimana rasa sakitnya, tapi yang kita dengar dari mereka itu sangat menyakitkan dan kita semua tahu bahwa dia sedang mengambil resiko antar hidup dan mati untuk melahirkan bayinya, nah sekarang coba lihat diri kita sendiri, apa pernah kita membahagiakannya sampai mengambil resiko hidup dan mati? Padahal dia sudah melakukannya untuk kita, dan tak seorang pun didunia ini selain ibu kita sendiri yang mampu melakukan hal hebat seperti itu. Yang jelas, kita belum pernah membahagiakan mereka, apa kau mengerti Kribo? Lantas Rudi balik bertanya: trus kenapa kita gak jadi batu? saya jawab: ya iyalah, itu artinya masih ada kesempatan didunia ini untuk membuat emak kita tersenyum..!
Pulau Pisang
Di Balik Awan
Pantai air manis, tampat legenda Si Malin Kundang terjadi, entah itu sebuah kebenaran atau hanya omong kosong, semoga kita percaya akan kehebatan Tuhan. Daerah ini berjarak sekitar 15 kilometer dari kota Padang. Panoramnya indah, dikelilingi pohon-pohon cemara pantai. Angin pantai yang berhembus membuat kami tak sabar ingin berenang. Yang menambah keindahan pantai Air Manis ini adalah objek wisata batu Si Malin Kundang, batu yang diyakini warga sebagai wujud Malin yang dikutuk ibunya. Sekarang kondisinya mulai rusak. Ada juga dua pulau kecil yang bisa diseberangi dengan berjalan kaki, karena apabila air sedang surut airnya hanya sampai lutut. Pulau Pisang yang disebelahnya agak jauh, harus menyewa sampan. Tempat ini sangat cocok untuk melepas penat, karena keindahan alamnya yang tak tersentuh serta airnya yang jernih.

Baban

Wah, tak terasa sudah sore, saatnya pulang, berkemas, atau besok pagi kami akan ketinggalan Bus tujuan Rantauprapat, ya, akhirnya perjalanan kami akhiri, tak sekedar liburan pelepas penat, tapi sungguh kami banyak mendapat pelajaran dari perjalanan ini, terimakasih ya Allah.

Journal: The End

12 komentar:

  1. wah ngomong2 pake kamera apa tuh motonya... bisa keren gitu....

    BalasHapus
  2. Kapan ya bisa ke sini neh?
    sebelom turing luar, turing di dalam dulu! sip

    BalasHapus
  3. mas john: hehe, tengkyu mas, emang tuh, pengen balik rasanya..

    BalasHapus
  4. mas kenyo: beberapa gambar saya pake canon eos 350d mas, tp krn cuma bw lens kit, akhirnya gbr yg lain ad juga pake yg pocket canon ixus 65, krn cocok d segala cuaca, hehe..

    BalasHapus
  5. mas ghani: oke, saya terima tantangannya mas, thanx ya, hehe..!

    BalasHapus
  6. Foto yang cantik dan mengesankan, bro

    BalasHapus
  7. hehehe komentarnya sama am yg salah satu komentar diatas, pake kamera apa y, bagus bgtt poto potonya >.<

    BalasHapus
  8. mocca_chi: jawaban nya juga sama seperti yang diatas, hehe.. pake canon eos 350d & canon ixus 65, tengkyu..!

    BalasHapus
  9. wah, ada jembatan siti nurbaya juga.

    BalasHapus
  10. cerpenis: wehehe.. itu jembatan favorit saya lho..

    BalasHapus