Kamis, 03 Maret 2011

The Newsmaker

Beberapa isu yang dilatar belakangi politik sedang berkembang di negara ini serasa tak berhenti saling menyusul untuk menyembul keluar, dengan sensasi yang cenderung dramatis: pencitraan secara total, tarik-menarik kepentingan dan impian omong kosong. Di zaman dahulu, negeri dengan ribuan pulau ini adalah "Sapi Perah" bagi kaum yang melakukan ekspansi, kaum yang lebih pantas disebut penjajah itu merasa diri mereka berhak bahkan atas harga diri bangsa yang dijajahnya -budak-. Penjajahan tersebut tidak saja mengenai sumber daya alam apa yang mereka ambil dari negeri ini, tetapi mungkin juga nilai luhur apa yang sudah mereka ambil atau setidaknya mereka ubah dari kepribadian berbangsa kita? Lalu, kembali tentang isu yang sedang berkembang saat ini, apakah kedua hal (penjajahan & politik isu) memiliki korelasi yang dapat ditarik sesuai fase waktunya dan apa saja yang mengindikasikan kedua hal tersebut saling berhubungan?

"berikan aku lima pemuda, dan aku akan mengubah dunia..!" -Soekarno

Sebelumnya, saya hanyalah mahasiswa yang sedang dalam penysusunan skripsi sebagai syarat (syarat? huh..) untuk kelulusan. Jadi uraian ini tidak akan mempunyai maksud politis, dimana saya juga harus melakukan pencitraan yang baik tentang saya dengan menjelekkan lawan politis, dan itu apabila saya politikus. Saya juga tidak akan berbicara secara diplomatis terkait dimana lembaga saya menuntut ilmu. Wah.. wah.. wah.. jadi (menurut banyak orang) saya sebagai mahasiswa biasa yang juga dengan prestasi di bawah biasa, harus berbicara sesuai porsinya. Saat ini, kita semua sudah tidak asing dengan media televisi , dimana kita dapat melihat segala macam hal yang terjadi bahkan dari belahan bumi lain. Informasi merupakan suatu kebutuhan yang harus ada dan tersedia setiap harinya karena kita memerlukannya bahkan untuk kelangsungan hidup kita. Mengapa demikian? misalnya saja: seorang broker saham setiap pagi akan menyiapkan kopi hangatnya lalu membuka channel berita terutama tentang pasar, pergerakan saham, dan bisa saja fluktuasi harga cabai merah, karena dalam bidang karirnya informasi tersebut adalah kunci dalam mengambil keputusan penjualan atau pembelian. Kunci tersebut harus benar, karena dia tidak akan mau keputusan yang diambilnya berakhir sebagai spekulasi konyol.

Sedikit cerita diatas adalah informasi yang dibutuhkan, yang apabila validitas informasi atau kebenarannya sesuai, maka keputusan yang diambil akan baik (saya tidak bilang benar). Lalu apa yang terjadi apabila informasi yang diterima adalah salah: disusupi maksud-maksud tertentu dari beberapa pihak, keberhasilan atau kegagalan yang dibesar-besarkan, pengalihan perhatian massa, dan yang terburuk pengaburan dari informasi tersebut. Beberapa hari yang lalu, kita melihat berita seorang polisi yang menjabat kepala urusan kriminal negara ini dibebaskan dari tahanan dan dibiarkan kembali bekerja seperti biasa. Jujur saja, saya tidak begitu mengikuti perkembangan kasus yang melibatkannya tersebut, tapi seorang yang bahkan tidak mempunyai latar belakang akademis sendiri dapat melihat bagaimana janggalnya proses tersebut, bukankah tahun lalu suatu lembaga yang memberantas koruspsi berhasil menyadap pembicaraannya? (kurang jelaskah?) bagaimana suatu lembaga yang mengkalim dirinya sebagai pihak yang berwajib itu ternyata didalamnya terdapat bursa jual-beli (apapun yang mereka transaksikan adalah hal yang menjijikkan). Seorang teman saya mempunyai pendapat tentang lembaga penjaga keamanan negara ini: apa yang tidak bisa dikasuskan? Di sisi objektif lain saya mengagumi kejujuran bapak mantan kepala urusan kriminal itu, tanpa mengurangi sedikitpun rasa muak saya terhadap lembaganya.

Ada 2 pola yang saya coba rumuskan dari pantauan terhadap isu-isu yang saling tikam agar dapat menyembul keluar dan mendapatkan atensi massa:

Pertama: apabila masalah menyangkut pemerintahan terutama dampak sistemik ekonomi maka akan ada isu tandingan yang konteksnya diluar masalah eknomi tersebut yang akan terus digembar-gemborkan oleh semua media, contohnya: harga kedelai impor akan mengalami kenaikan sekitar 30%, dipastikan pengusaha kecil dan menengah akan memangkas biaya produksi apabila tak sanggup bertahan maka akan bangkrut, begitu juga cabai merah, pencabutan subsidi BBM, harga beras, gaji anggota DPR dan lain-lain, maka isu tandingannya bisa saja berasal dari olah raga (masalah PSSI) atau bahkan dari luar angkasa, hehe, kemarin kita dikejutkan dengan fenomena crop circle yang seharusnya tidak perlu menjadi headline selama dua minggu. Karena crop circle kita jadi kurangg mengawasi koruptor, bisa jadi kan? Bukan, bukan begitu.. Tetapi karena pengalihan perhatian tersebut dapat berpengaruh terhadap keputusan dewan wakil rakyat yang menampung aspirasi masyarakatnya.

Kedua: apabila masalah menyangkut korupsi, media akan mengekspose secara mendalam, kritis, objektif dan hal tersebut sangat mendidik masyarakat. Masalah ini tidak akan mendapat isu tanndingan, karena perhatian massa dapat dikendalikan oleh media, hal itu tentu saja sudah benar, karena dengan begitu masyarakat akan dapat memantau kinerja pihak-pihak yang terkait. Lalu apa yang akan dilakukan pemerintah yang menyebut diri mereka wakil rakyat dengan gaji yang sedikit dan itu membuat mereka bersedih (bahkan ada yang curhat gajinya tidak naik?). Mereka akan melakukan sederatan rapat dengan jadwal yang melelahkan -tinggal duduk- sampai karena lelahnya berfikir kritis itu, mereka sering ketiduran, kalau tidak sesuai maka akan berkelahi seperti anak TK. Rapat-rapat itu sangat panjang, kalau dulu ada kasus Century, maka sidang dengar pendapatnya baru kemarin lho, ada yang kerjanya ngomel, sahut-sahutan, walk-out, adu kuat suara dan akhirnya siapa yang setuju ada hak angket atau tidak. Dari itu saja dapat dilihat, yang setuju pasti punya kepentingan, yang tidak setuju ya sudah pasti punya kepentingan juga. Karena rapat-sidang-tidur mereka itu terlalu lama, perhatian massa akan berkurang, padahal hal itu tidak perlu terjadi menurut beberapa ahli tata negara dan pengamat politik.

Yah, itulah 2 pola asal-asalan yang saya rumuskan, dan saya rasa negara-negara Arab perlu meniru kita: mengapa harus menekan masyarakatnya dengan kekerasan, alihkan saja perhatian mereka dengan omong kosong (kebohongan), hahaha.

Kembali ke paragraf satu, apa hubungan semua ini dengan penjajahan? Seperti yang saya uraikan sebelumnya, mungkin mereka (penjajah) sudah mengambil atau mengubah sesuatu dari bangsa kita. Kita tahu, penjajahan dengan politik memecah belah yang dikerjakan dengan cantik selama 3,5 abad. Setelah mereka pergi dari tanah ini, kita juga kedatangan saudara jauh dari asia yang biadab dengan kerja paksanya, lalu setelah mereka juga pergi, kita memasuki kemerdekaan dimana kita harus berdiri dengan hukum kita sendiri. Lalu apakah hukum yang kita gunakan sekarang ini adalah hukum yang murni kita susun sendiri tanpa ada pengaruh penjajah kita? Jawabannya tidak, hukum yang kita gunakan saat ini adalah hukum negeri eropa yang pernah menjajah kita atau setidaknya ada kemiripan. Ya, mereka sudah biasa memecah belah segalah hal yang bersatu, karena sulit sekali mematahkan sebuah lidi dibanding dengan sapu yang terikat. Bagaimana memecah mereka? salah satunnya dengan memecah perhatian mereka. Lalu, bagaimana dengan kerja paksa? sekarang kan sudah tidak ada lagi? jawabannya: omong kosong..! dalam negara yang menerapakan Syariat Islam secara menyeluruh (saat ini tidak ada satupun negara yang menerapakan syariat Islam) maka gaji guru dan peneliti atau berbagai hal yang berhubungan dengan pendidikan menempati posisi tertinggi. Kita lihat di negeri ini, orang yang mencurahkan hidupnya untuk mengajari, memberikan pendidikan yang disebut guru, memiliki gaji yang termasuk paling rendah dibanding profesi lain -ironis-.

Apakah semua ini akan berakhir sebagai masalah yang tak mempunyai solusi? Tidak, untuk mengubah semuanya kita tidak perlu memecat orang-orang yang mengatur negeri ini dengan orang lain, karena sistem yang sudah salah dari awal, akan menghasilkan orang-orang yang begitu saja. Sistem lah yang perlu diganti, bukan dirombak. Alahamdulillah, Allah yang maha sempurna pasti juga menciptakan sesuatu yang baik untuk ciptaannya. Syariat berasal dari pencipta yang tak mungkin ada kesalahan bagiNya, untuk itu gunakan saja sistem yang sudah diaturNya tersebut. Pasti kita akan merasa tidak mungkin untuk mengganti sesuatu yang sudah mendarah daging apabila memikirkan ini itu nya, tetapi Dia tidak akan mengubah keadaan kita menjadi lebih baik, kalau bukan kita yang mengubahnya, sekarang.

8 komentar:

  1. emang kalo mikirin pemerintah nggak ada abisnya....

    BalasHapus
  2. Wah..., ulasannya panjang lebar nih...
    Begitulah kondisi negara kita tercinta saat ini, butuh banyak pembenahan agar dapat maju dan berkembang.

    BalasHapus
  3. mas suryo: pemerintah yang memerintah.. wah.. wah.. saya gak mau tuh diperintah2, hehe

    BalasHapus
  4. bu reni: pembenahan sistemik, bukan individual..
    karena dengan input yang benar sekalipun, akan tetap error pada output apabila sistem yang salah.. (setidaknya begitu pada perkomputeran)

    BalasHapus
  5. mmm, jadi 'mari kita ubah sekarang' kan poinnya
    masuk ke sistem lalu mengobrak-abriknya, ups maksud saya memperbaikinya dan menggantinya dengan sistem Islam kalau begitu??
    karena gimanapun juga montir yang handal sekalipun kalo ga kotor-kotoran di bawah mesin ga akan bisa memperbaiki mesin mobil kan...

    BalasHapus
  6. tidak dengan masuk ke sistem..!
    karena apabila masuk ke sistem, pasti harus dengan cara sistem itu,
    sementara cara itu TIDAK PERNAH ADA dalam Islam..
    kotor-kotoran yang anda maksud menurut saya tidak harus dengan cara seperti itu, ada seribu jalan untuk menjatuhkan kezoliman, tapi bukan menjatuhkannya dengan cara zolim juga..

    dengan sepakat tidak mengakui keberadaan mereka mungkin salah satunya, jadi siapa yang mau diperintah kalau tidak ada kesepakatan, bukan begitu?

    BalasHapus
  7. betul sekali, jangan takut memulainya dari diri sendiri..

    BalasHapus