Assalamualaikum..! Bagaimana hari Minggunya sahabat-sahabat? kalau saya baru pulang dari serangkaian perjalanan atau lebih tepat disebut ekspedisi dadakan yang sangat menyenangkan bersama teman baru saya, Anwar. Dia ini baru berteman sih sama saya, yah kenalnya lewat blogging-an juga, ternyata kita memiliki beberapa kesamaan, yaitu suka hal-hal klasik, sedikit bersejarah dan jalan-jalan. Singkat cerita, kami sering ngobrol soal tempat-tempat yang belum kami kunjungi sambil ngopi asik malam-malam. Kami rasa Candi Bahal / Portibi adalah pilihan yang cocok untuk sekedar jalan-jalan sambil belajar, yang terletak di kota Gunung Tua, ibu kota kabupaten Padang Lawas Utara yang berjarak sekitar 3 jam dari kota kami Rantauprapat. Awalnya tau dari teman sih, terus googling, dan informasinya ternyata kurang banyak. Setelah atur-atur plan dikit, kami berangkat jam 7 pagi.
Candi Bahal I
Kami sampai di kota Gunung Tua sekitar jam 09:15, dari kota kecil tersebut kita masih harus menempuh perjalanan menuju Kecamatan Portibi, dari simpang Portibi sendiri ke lokasi candi perlu sekitar 20-menitan. Sepanjang jalan dari mulai Rantauprapat sampai di lokasi komplek candi, kondisi jalannya cukup bagus, tapi jangan tergiur buat balapan ya.
|
Candi Bahal I |
Saya kutip penjelasan bebas dari Wikipedia ya: Candi Bahal, Biaro Bahal, atau Candi Portibi adalah kompleks candi Buddha aliran Vajrayana yang terletak di Desa Bahal, Kecamatan Padang Bolak, Portibi, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, yaitu sekitar 3 jam perjalanan dari Padangsidempuan atau berjarak sekitar 400 km dari Kota Medan. Candi ini terbuat dari bahan bata merah dan diduga berasal dari sekitar abad ke-11 dan dikaitkan dengan Kerajaan Pannai, salah satu pelabuhan di pesisir Selat Malaka yang ditaklukan dan menjadi bagian dari mandala Sriwijaya. Candi ini diberi nama berdasarkan nama desa tempat bangunan ini berdiri. Selain itu nama Portibi dalam bahasa Batak berarti 'dunia' atau 'bumi' istilah serapan yang berasal dari bahasa sansekerta: Pertiwi (dewi Bumi). Arsitektur bangunan candi ini hampir serupa dengan Candi Jabung yang ada Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Hmm, kalo menurut kami sih, dari seni dan arsitekturnya candi ini masih kental sama pengaruh Hindu, bisa dilihat dari relief yang menggambarkan setengah manusia setengahnya lagi gajah, atau binatang lainnya. Tapi ngapain serius amat sih, yang penting kan kalo udah jauh-jauh itu harus narsis, hehe.
Saya kurang tau sih kapan tepatnya candi ini mulai dibangun, tapi sepertinya dahulu kala, jauh sebelum Islam mendominasi wilayah ini, sepertinya peradaban kepercayaan Budha ini sempat berjaya dan membangun peradabannya disini. Pastinya masih banyak situs bersejarah yang mungkin sudah tertimbun dan tidak dapat diidentifikasi lagi.
Candi Bahal II
Mungkin emang benar kali ya, jaman dulu itu status atau kasta berlaku di masyarakat. Menurut pandangan saya sih, tempat-tempat seperti ini pasti erat kaitannya dengan ritual religi dan sebagainya. Dan, Candi Bahal II atau candi selanjutnya ini terlihat lebih kecil dari yang pertama, apa ada kaitannya dengan status masyarakat kuno jaman dulu itu ya, yang pertama untuk kelas atas, yang ini untuk pejabat biasa, siapa tau? hehe (kok jadi sok tau saya).
Candi Bahal II ini terletak sekitar 300 meter lah dari Candi Bahal I, letaknya di tengah persawahan nan hijau dengan angin sepoi-sepoi, ahay. Disini terdapat beberapa ornamen yang tidak kita temukan di candi pertama, hmm, mungkin merujuk ke fungsi dan peruntukannya pada jaman itu kali ya.
|
Salah satu bangunan di samping Candi Bahal II |
|
Candi Bahal II |
|
Si Anwar yang kaku, hehe |
Candi Bahal III
Nah, kalo yang kedua aja udah di tengah sawah, yang ketiga ini lebih ke tengah sawah lagi, hehe. Ya, kita perlu sedikit usaha menuju Candi Bahal III, selain sarana jalan yang masih tanah (maklum kok, capek nyalahin pemerintah terus), kalo udah abis ujan itu loh, buecek minta ampun, tapi sukurlah, walaupun tadi ada bechek, yang penting ada ojhek, eh, yang penting kita tetap bisa masuk.
|
Candi Bahal III |
Tadi kan interpretasi konyol saya ada nyinggung soal kasta, nah ini semakin memperkuat hipotesis prematur saya. Yah, semakin ke dalam, terpencil, bentuknya semakin kecil dan sederhana. Jadi, kalo yang pertama dipake sama Raja dan bangsawan, yang kedua sama pejabat biasa, nah yang ketiga ini mungkin buat para babu, jongos, dan rakyat jelata lainnya, hehe. Hmm, tapi sahabat-sahabat jangan termakan ya sama pemikiran busuk saya itu, hehe.
|
Tetep aja kaku :p |
|
I'm God of War..! haha..! (kebanyakan main PS) |
Dari informasi-informasi yang kami coba ikutin, semua peninggalan sejarah ini sepertinya merujuk ke satu pola peradaban yang memiliki kemiripan dengan yang ada di tempat lain di Indonesia, yang jelas memang pengaruh Hindu-Budha memang pernah memiliki masa-masa keemasan yang tersebar hampir di semua pulau nusantara. Yah, kita sebagai penerus (nerusin apa?), kalau tidak bisa menjaga, ya jangan ngerusak donk, agak sebel kadang liat tingkah orang kampungan yang masih aja suka ngerusak situs bersejarah kayak mencoret lah, mencuri patung lah, gak manusia banget ya. O iya, semua foto-foto yang saya tampilin ini cuma sedanya dari kamera HP, dengan alasan sederhana: untuk narsis-narsisan kamera HP paling mobile dan efisien, hehe. So, tetep berkelana ya, jelajahi terus kekayaan tersembunyi negeri kita ini. Saatnya pulaaang..!
|
Salam Dangdut dari saya.. :) |