Minggu, 31 Maret 2013

Go ahead..

No matter what the world says, i believe in myself. Enjoy your sucking life, that's all fine hypocryte.

Happy weekend..

Kyo

Kamis, 28 Maret 2013

If there are stars in the sky, Sweetheart..


Pertama kali dengerin lagu ini tahun 2011, waktu lagi habis-habisan nyusun skripsi. Banyak waktu saya dan teman saya yang kami habiskan di kedai kopi. Dan kedai kopi Tiam Ong dekat kampus saya dulu adalah salah satu kedai kopi tempat kami sering membahas dan mengerjakan skripsi dari mulai sekitar jam 8 sampai jam 12 malam. Di kafe ini kita disuguhkan dengan interior tempoe doeloe, iringan musik klasik dan juga Bossanova ini. Yah, jatuh cinta dari pendengaran pertama lah saya sama lagu ini.

Sabtu, 23 Maret 2013

Joe's Advanced: How to spent your time on Saturday

Yaaak, akhirnya saya kembali. Sudah berapa hari saya tidak sempat bahkan hanya untuk sekedar melihat blog kesayangan saya ini. Maklum, kerjaan yang sudah saya drafting sebelum liburan kemarin menumpuk, untung saya punya teman-teman yang baik hati selalu membantu, hehe. Tapi, mulai ini saya akan aktif lagi ngeblog..!

Hari ini saya tidak masuk dan sudah dari tadi pagi berkumpul dengan Pak Joni dan rekan. Tadinya kita sih hanya sekedar menghadiri launching sebuah restoran baru di kota saya yang kebetulan ownernya relasian sama si Pak Bos, hehe, makan gratiiis. Jam 10 tadi sudah selesai sih, tapi kan gak enak langsung pulang, akhirnya kami memutuskan untuk pergi mancing di tempat pemancingan yang menurut saya tarifnya agak mahal. Tapi itu hanya sekedar rencana, sekarang kami menemukan diri kami para The Wonder Man (hahaha..!) malah pergi ke tempat "menyenangkan" lain. Yah, saya tidak bisa cerita lebih banyak lagi karena nulis via HP, haha.

-Semoga kita tidak "segila" hari ini, haha.. :D

Kamis, 14 Maret 2013

Journal: Sabang, The Heavenly Island (II)

Pantai Sumur Tiga
Pantai Sumur Tiga, Sabang

Halo sahabat blogger semua, selamat pagi menjelang siang. Sesuai janji saya pada postingan sebelumnya, kali ini saya akan menyambung cerita kami tentang wisata di pulau Sabang yang subhanllah, luar biasa indah. Kecantikan alam yang tidak banyak orang tau, tempat dimana rasanya semua penat hancur lebur bersama ayunan ombak dan angin yang menggoda.

Foto-foto narsis dan pemanasan sebelum berenang
Setelah perjalanan kemarin kami menyambangi titik 0 KM Indonesia, kami melanjutkan perjalanan dengan destinasi Pantai Sumur Tiga. Pantai ini terletak dekat kota Sabang, jadi itulah untungnya kami menyewa sepeda motor satu harian yang tarifnya hanya Rp.100.000 termasuk BBM full tank. Jarak dari Iboih, tempat penginapan kami ke sabang kurang lebih 20 KM, dan dari kota Sabang ke pantai sumur tiga kurang lebih 5 KM. Sahabat tidak usah ragu jika menjelajahi pulau ini, banyak sekali petunjuk jalan dan keramahan warga yang selalu tersenyum apabila kita bertanya tentang arah, apalagi jika sebelum bertanya dan menghampiri mereka terlebih dahulu kita ucapkan Assalamualaikum jangan pake ahli kubur.

Pantai Sumur Tiga ini, aduh, buset dah, kereeen banget..!. Disini ngapain aja enak, mau nyantai banyak pondok gratis dibawah naungan pohon-pohon kelapa, mau berenang airnya jernihnya minta ampun, mau teriak-teriak juga gak akan ada yang denger, ya pantai ini sunyi, sewaktu kami kemari serasa pantai ini milik pribadi, haha..! Kalau sahabat ke Sabang, tidak ada alasan untuk tidak kesini, most recomended deh..!

Air Terjun Pria Laot, Sabang

Air terjun Pria Laot
Dari kemarin ceritanya air asiiin mlulu, hehe. Kali ini, ada sebuah objek wisata yang tidak begitu jauh letaknya dari Iboih, Air terjun Pria Laot. Sesuai namanya, air terjun ini terletak di desa Pria Laot, kalau gak salah sekitar 10 KM dari Iboih.

Dari jalan raya akan ada petunjuk jalan, dari situ kami ikutin arahnya naik motor yang kami sewa. Ternyata untuk masuk ke dalam sepenuhnya dan sampai ke lokasi kita hanya dapat menggunakan motor setengah jalan, selebihnya kita harus melewati dengan jalan kaki, melalui batu-batu yang super gede dan aliran sungai yang jernih.

Si Baban dan pose mati gayanya

Hmm, itulah okenya Sabang, semua jenis wisata alam ada di sini, bahkan wisata Hutan Lindung dan Treking Pegunungan pun ada, sayang, kami tidak tertarik.

Pantai Anoi Hitam, Sabang

Pantai Anoi Hitam
Kambing nyasar
Melihat pantai ini kami teringat dengan salah satu pantai berpasir hitam yang tidak jauh dari kota Padang yang pernah kami singgahi. Keunikannya, ya memang pasirnya berwarna hitam, mungkin pasirnya kebanyakan berjemur di sinar matahari kali ya.

Kami tidak berenang di pantai ini, karena saat itu ombak cukup besar, ditambah saya pun cuma bisa berenang gaya kocar-kacir, haha.

Pantai Gapang, Sabang

Pantai Gapang
Lokasi wisata ini paling dekat dengan penginapan kami, hanya sekitar 1 KM. Pantai ini suasananya sangat tenang, dan tergolong tempat dengan penginapan-penginapan high class. Mirip dengan Iboih, banyak fasilitas ditawarkan disini. Sangat cocok apabila kita sekedar memesan Lime Squash lalu duduk di deretan bangku santai menikmati ombak dan angin yang tenang. Ya, pantai ini sangat romantis.

Kribo Silhouette
Banyak pilihan resort di sekitar pantai Gapang dengan berbagai macam pilihan fasilitas. Cocok sekali untuk destinasi berlibur keluarga.

Kalau sahabat berkunjung ke Sabang, sempatkanlah menghabiskan sore di Gapang.


Berbagai Sudut, Sabang

Masih banyak sih objek wisata yang menakjubkan di Sabang, saya hanya tidak bisa mereviewnya satu per-satu. Yang penting sahabat datang saja ke pulau di ujung negara kita ini, dan saya pastikan tidak akan menyesal sedikitpun. Baiklah, ini beberapa yang kami abadikan.

Yang begini banyak di pinggir jalan Sabang, hehe
Jalan raya di Sabang tersedia dengan mulus dan berbentuk mengitari pulau ini, jadi sepanjang perjalanan, mata kita akan disuguhi pemandangan yang indah, bahkan bagian belakang rumah warga saja indah, tapi ya mereka biasa aja sih ngeliatnya, haha.

Sayang dong ya kalau gak narsis-narsisan
Aaah, i love this place..
Ada juga satu desa bernama Ujung Kareung, dengan atmosfir warga yang tenang, dan deretan pohon-pohon kelapa sepanjang tebing pantai.

View dari desa Ujung Kareung
Rasanya saya ingin berlama-lama di sini
Bagaimana sahabat-sahabat, tertarik untuk berwisata ke Pulau Sabang dengan segala keindahannya. Kalau saya yang ditanya, sayapun mau kembali kapan saja ke tempat itu. Terima kasih untuk Allah yang telah menciptakan keindahan, sedangkan ciptaanMu saja sudah indah, bagaimana lagi diriMu Yang Maha Indah.

Hmm, karena cuti saya pun sudah habis, dengan berat hati kami harus meninggalkan Sabang. Semoga masih diberi kesempatan pergi kesana. Sudah sore, mari pulang..

Salam jepret..!

Selasa, 12 Maret 2013

Journal: Sabang, The Heavenly Island (I)

Suatu siang, di satu sudut Sabang
Apa kabar sahabat blogger semua, saya kembali untuk posting sambungan tentang petualangan kami ke Aceh. Jika pada postingan sebelumnya kami hanya berwisata kilat di seputaran kota Banda Aceh yang tenang, kali ini kami memutuskan untuk menyeberang ke sebuah pulau yang namanya ada dalam salah satu lagu nasional negara kita. Tentu sahabat-sahabat tidak asing dengan penggalan lirik: dari Sabang sampai Merauke, dst., ya, kami akan menyeberang ke pulau Sabang.

Ada beberapa pilihan kapal untuk menyeberang dari kota banda Aceh melalui pelabuhan Ulee Lheue, antara lain beberapa jenis kapal feri cepat dan satu jenis kapal feri lambat. Terus, yang mana jadi pilihan kami? sahabat semua pasti sudah bisa menebak kapal mana yang kami tumpangi dengan wajah kami yang dari sononya memang punya ciri khas kelas ekonomi, haha. Kami menumpang kapal feri lambat dengan tarif Rp.20.000 sekali penyeberangan. Sedangankan tarif untuk kapal cepat sekitar Rp.65.000 sampai Rp.100.000. Kalau kami sih yang penting nyampe, hehe. Dan setelah sampai di pulau Sabang, ternyata kami tidak berlabuh di pelabuhan Balohan, melainkan langsung ke kota Sabang, karena pelabuhan Balohan sedang dalam tahap renovasi, hal itu tentu menguntungkan, karena jarak kota Sabang dengan Iboih (wilayah penginapan dan wisata) hanya berkisar 20km, lebih dekat 10km daripada melalui Balohan, dan hal itu bisa menghemat ongkos. Ada banyak pilihan angkutan dari kota Sabang ke Iboih, kebanyakan sih mobil jenis L300 dengan tarif Rp.50.000/orang, kami cari solusi lain, kami tanya becak motor, dan ongkosnya cukup murah, kami berdua cuma perlu bayar Rp.55.000, daripada naik mobil sudah Rp.100.000.

Kesan pertama begitu sampai di tempat ini, Subhanallah, kemanapun mata mengarah kita cuma disuguhi keindahan alam natural perpaduan hutan hujan tropis yang eksotis berjejer di perbukitan dan hamparan laut yang biru menggoda dengan bibir pantai putih bersih.

Sampai di Iboih sudah sore
Sekitar 30 menit menaiki becak, sampailah kami di desa Iboih, tempat dimana semua bangunan adalah penginapan, semua teluk adalah markas para diver, dan ini adalah rumahnya para backpacker..! Turun dari becak, kami hunting penginapan, satu keunikan Iboih, penginapan disini semuanya tergolong murah, range harga mulai dari Rp.50.000 sampai dengan 1.000.000 per malamnya, tergantung lokasi, fasilitas, dan kemewahan penginapan. Hampir tak kami temui wisatawan dalam negeri, kebanyakan dari luar negeri dan uniknya mereke lebih getol mencari penginapan yang murah. Di Iboih ini, kalau kita rela agak naik ke bukit, kita makin akan mendapatkan harga penginapan yang spesial. Hmm, karena kami sampai di Iboih sudah sore hari, jadi tidak waktu untuk jalan-jalan, paling hanya foto-foto sunset di sekitar cottage yang kami sewa, tapi fotonya lain kali saya share ya.

Pagi hari pertama di Iboih

View dari teras cottage: bangun pagi begitu buka pintu langsung liat begini, hehe
Di tempat ini kita bawaannya pengen senyuuum aja (orang gila kali, hehe), karena suasana hati jadi damai dengerin angin laut menghembus pepohonan di depan penginapan, kalau liat dari jauh, cottage kami seperti rumah pohon, kalau malam dinginnya minta ampun, hehe. Karena tadi malamnya kami tidur dengan nyenyak, selesai kewajiban subuh kami langsung melompat keluar, berfoto ria.

Selamat pagiii..!
Karena masih pagi, kami belum berani nyebur, bisa mati kedinginan. Lagian sih menurut saya waktu yang paling tepat untuk beranang, snorkling, atau bahkan diving itu siang hari, karena sinar matahari akan membantu penglihatan kita di bawah air. Dan apa yang kami fikirkan tentang wisata bawah air Sabang ini, tepatnya saat menyeberang ke pulau Rubiah, sekitar 100 meter jaraknya kalau berenang dari laut depan cottage, Subhanallah, indah bangeeet, bener-bener deh. O iya, diving equipment banyak tersedia untuk disewakan, tarifnya mulai dari Rp.40.000 sampai Rp.500.000 tergantung jenisnya.

Pagi ceria
Dan saya memang ngarep difoto, hehe

0 KM Indonesia

Monumen 0 KM dan dengan bangganya Baban berpose seperti itu
Setelah sarapan, kami pergi ke tempat penyewaan sepeda motor. Di Iboih ada sangat banyak jasa rental motor, tarifnya Rp.80.000 sampai dengan Rp.100.000. Kami memilih kendaraan matic untuk memikirkan kenyamanan selama berwisata. Dari Iboih, titik 0 KM cuma berjarak 8 KM, sekitar 15 menit perjalanan dengan sepeda motor. Monumen/tugu 0 KM adalah situs yang dibangun pemerintah Soeharto yang diresmikan oleh Menristek saat itu tahun 1997, pak B.J. Habibie yang pinter. Dibangun untuk menandakan letak geografisnya yang menyatakan letak 0 KM Indonesia, di dalamnya terdapat informasi spesifik letak nya.

Masih di sekitar tugu 0 KM yang posisinya di ujung pulau Sabang, terdapat view yang sangat bagus untuk melihat samudera Hindia, lagi-lagi Subhanallah.

View dekat tugu 0 KM
Narsis abis
Awas jatoh..!
Laut lepas
Hmm, segitu dulu deh part 1 dari tulisan saya tentang Sabang, pulau yang sangat indah. Di Sabang fasilitas yang biasanya dibutuhkan cukup lengkap kok, dan sahabat-sahabat jangan khawatir, di sini harga gak pake neko-neko dan tergolong murah untuk apa aja. Belum lagi ciri khas penduduk yang ramah, terbuka, dan sangat membantu apabila kita bertanya kepada mereka.

Selanjutnya, saya akan posting perjalanan kami ke objek-objek wisata lain di pulau Sabang, insyaAllah.

Keep calm, and go to Sabang, hehe
Salam jepret..!

Minggu, 10 Maret 2013

Journal: Bumi Serambi Mekkah

Langit
Alhamdulillah, akhirnya bisa nyambung postingan yang kemarin soal petualangan saya dan si Kribo. Kali ini cerita akan saya mulai di hari Sabtu tanggal 2 kemarin. Malamnya kami bersiap dari Rantauprapat menumpang Bus jurusan Medan. Karena memang Rantauprapat letaknya di jalan lintas Sumatera, menunggu bus bukanlah hal yang sulit, kita bahkan dapat memilih bus yang sesuai dengan kenyamanan ataupun kantong kita. Ongkos bus Rantauprapat-Medan bervariasi antara 40-100 ribu rupiah. Sedangkan kami, naik yang standar-standar sajalah, gak terlalu murah, juga gak mahal.

Ini namanya narsis sebelum take off
Sampai di kota Medan subuh sekitar jam setengah 5 pagi, karena pesawat yang kami tumpangi jam 11, kami memutuskan untuk singgah di rumah abang saya di daerah Medan Johor, mandi, sarapan sampai jam 9 kami berangkat dengan taxi Bluebird yang tarifnya tergolong murah, dari rumah saya hanya 25 ribu dan mereka menjamin tidak akan terlambat, jika keterlambatan dikarenakan pihak Bluebird maka mereka akan mengganti tiket pesawat, wow. Sampai di bandara kita gak perlu check-in lagi, karena udah dilakukan via web maskapainya, selain menghemat uang, kami pun terhindar dari antrian.

Pengen lompat liat awannya
Penerbangannya singkat, cuma 30 menit udah nyampe. Jam 11:30 kami sampai di kota Banda Aceh. Ada pengalaman seru saat kami memutuskan untuk tidak menaiki jasa transportasi yang ada di bandara itu. Saat itu kami berfikir dengan berjalan 1-2 km dengan membawa tas berat sampai ke jalan utama, kami akan menemui angkutan umum yang namanya Labi-labi, angkotnya orang Aceh, tapi sampai lebih jauh dari itu ternyata tidak ada angkutan tersebut ke daerah itu, kami menyesal tidak percaya dengan sopir-sopir yang nawarin jasa tadi. Di tengah jalan yang terik, ada seorang ibu yang sedang mengendarai sepeda motor menghampiri kami dan menawarkan jasanya. Yah, anggap saja ibu ini tukang ojek, katanya, kami kurang yakin, tapi karena tidak ada pilihan lain kami mau. Yang bikin lucu itu karena kita bertiga, jadi Rudi yang bawa motornya, saya ditengah, dan ibu itu di belakang, saya digencet dari belakang sama ibu itu yang tubuhnya subur, sial. Memang jauh ternyata untuk sampai di pemberhentian Labi-labi ke arah kota Banda Aceh, ibu itu pun hanya minta 25 ribu, ya kami dengan senang hati membayarnya.

Masjid Raya Banda Aceh

Masjid Raya Banda Aceh
Sampai di kota banda Aceh, tepatnya di daerah pusat pasar, karena semua Labi-labi di kota ini arahnya ke pusat pasar, kami lalu bertanya kepada beberapa orang sekitar dimana letak daerah Peunayong, dimana terdapat banyak Hotel, Penginapan, Guest House dengan tarif dari murah sampai naudzubillah, hehe. Kami tanya beberapa hotel, dan akhirnya kami putuskan menginap di Hotel Aceh Barat, tarif yang disediakan dari mulai 65 ribu sampai 350 ribu rupiah permalamnya. Seperti biasa, kami mengambil range tengah demi mempertimbangkan kenyamanan dan ekonomisnya. Makan siang, berisitirahat sebentar, lalu sorenya langsung jalan ke Masjid Raya banda Aceh.

Pose di salah satu jembatan kota Banda, hehe
Gapura dalam
Mukanya Baban terlalu kriminal berfoto disini
Karena hari Minggu, kota Banda Aceh sore itu lumaya ramai. Banyak yang berkunjung ke daerah Masjid Raya, apalagi cuaca cukup cerah. Kami shalat Ashar, foto-foto narsis, lalu bergerak ke beberapa tempat yang tidak begitu jauh dari sekitar Masjid. Kata orang situ sih jauh, bagi kami itu deket banget, mereka kemana-mana naik angkutan, kami malah jalan kaki, kan lebih asik, hehe.

Taman-taman Kota & Museum Tsunami

Saya rasa, kota ini memiliki banyak sekali taman. Ada yang namanya taman Sari, seperti taman peninggalan masa kerajaan dulu kalau saya tidak salah. Juga beberapa taman dengan fasilitas bermain anak-anak yang ditata rapi dan penghijauan yang oke.

Salah satu tanah lapang yang dibangun objek seni abstrak, saya sendiri tidak tahu artinya
Di sekitar kota banyak tempat bersantai keluarga, dan kami rasa pemerintah setempat berhhasil mengelolanya dengan baik. Kota ini cukup bersih dengan petunjuk akses-akses jalan yang lengkap. Cenderung tenang, tidak seperti kota Medan, yang, taulah, hehe. Kami mengitari kota, dan ketemu taman dan tanah lapang lagi, kali ini di tempat itu sedang berlangsung acara launching produk baru sepeda motor dengan acara musik dan fashion show. Lumayan, pas sekalinya jalan-jalan, lagi banyak hiburan, lumayanlah nonton konser dan lihat mbak-mbak cantik memperagakan busana. Awalnya kami kira kami akan melihat model-model dengan pakaian sexy menantang, eh ternyata, saya lupa ini kan Banda Aceh, tapi lumayan juga lah lihat model-model centik, hehe.


Selesai lihat hiburan gratis, kami melanjutkan jalan kaki ke Museum Tsunami Banda Aceh. Tempat ini dibangun untuk memperingati kejadian Tsunami yang menimpa banda Aceh. Di dalamnya terdapat visualisasi artistik tentang dahsyatnya bencana tersebut dan dokumentasi lengkap tentang peristiwa tersebut.

Salah satu sisi museum dengan bentuk cerobong, dimana bagian bawah adalah nama-nama mereka yang menjadi korban dan di ujung atasnya terdapat lafal nama Allah.
Pose nelpon atau memang nelpon?
Ruang dokumentasi  digital
Ketemu tempat yang cocok buat pose narsis
Ada beberapa ruangan yang sengaja didesain mencekam, misalnya dindingnya dialiri air dan kondisi cahaya galap dan terdengar lantunan ayat-ayat suci yang membuat hati menjadi sedih membayangkan ribuah korban yang tewas hanya karena peristiwa ini. Ada juga galeri foto dari fotografer nasional maupun internasional yang merekam dahsyatnya ujian Allah tersebut. Kita bisa belajar banyak dari semua yang disajikan di museum ini, terutama tentang bagaimana harus bangkit lagi, walau harus mengalami banyak kehilangan.

Hmm, sebetulnya ada banyak objek wisata di Banda Aceh, pantai-pantai memukau seperti Lampuuk dan Lhok Nga, tapi kami sepakat hanya akan wisata laut di Pulau Sabang, hehe. Oke, sampai di sini cerita wisata kilat kami di kota Banda Aceh, karena esoknya kami akan menyeberang ke pulau terujung dari negara ini, Sabang.


Salam jepret..!

Kamis, 07 Maret 2013

Akhirnya Pulang (II)

Akhirnya, kembali kerumah juga, huaaah. Capek, letih, tapi sangat memuaskan. Yah, semua ini memang sebelumnya tidak pernah saya rencanakan, tiba-tiba teman saya si kribo, Baban, mengajak saya bertualang lagi, seperti waktu kuliah dulu. Hmm, tapi tidak sepenuhnya semua dengan "cara lama". Mau tak mau kami mengubah mindset kami tentang bagaimana seharusnya bertualang.

Semua ini kami lakukan hanya untuk memenuhi hasrat bepergian kami, dan selebihnya bersenang-senang. Ya, kedua hal tersebut tidak dapat dipungkiri. Mungkin dulu yang kami lakukan cenderung ekstrim yang bisa mengarah ke penyiksaan badan, dengan sengaja membuat budget terkecil walaupun dana mendukung. Menghemat yang seharusnya tidak dihemat, berjalan sampai mau pingsan, bahkan bekerja kepada orang hanya untuk mendapatkan makanan dan tempat menginap di daerah petualangan itu.

Kami yang sekarang sangat terencana, kami menuliskan list prosedur hingga ke manajemen resiko. Dan hasilnya, liburan kali ini berjalan mulus. Tak ada satupun hal yang terjadi di luar perencanaan, karena jika ada plan B sudah siap membackup situasinya. Yah, semua itu memberikan efek kesegaran baru yang sangat memulihkan semangat untuk kembali bekerja seperti biasa.


Semua bermula di Rantauprapat, dimana selalu terjadi pembicaraan kecil di tempat kami minum kopi, dan mungkin akan selalu begitu. Bukan tentang sejauh mana dapat pergi, tapi tentang apa yang didapatkan pada setiap langkah kecil itu. Ya, kami ingin selalu muda, haha..!

Selanjutnya saya akan share jurnal pengalaman kami selama berlibur di Banda Aceh dan Pulau Sabang pada posting-posting berikutnya, salam jepret..!

NB: Foto diambil di salah satu sudut kota Banda Aceh.