Sabtu, 28 Desember 2013

Journal: A Journey to The South

Masjid Agung di pinggiran sungai Batang Gadis, Panyabungan
Assalamualaikum sahabat..! Alhamdulillah, syukur yang terdalam untuk Allah yang telah memberi kita nikmat waktu dan kesehatan. Kali ini saya kembali ingin menuliskan catatan perjalanan yang termasuk dalam seri Systematic Chaos Backpacking yang alhamdulillah, kali ini sudah musim ketiga. Ada sedikit perbedaan dari perjalanan sebelumnya, sangat berpengaruh tentunya, perbedaannya adalah partnernya. Ya, kali ini saya tidak bersama dengan Mr. Kribo alias Baban alias Rudi.

Perjalanan kali ini bersama Sugi
Sugiharto Tri Prasetyo nama lengkapnya, lebih dangdut dari Baban, naif, dan tidak penakut. Perbedaan kedua yang cukup mendasar juga yaitu tentang cara bepergian, kami menggunakan sepeda motor sepanjang sekitar 710 km total perjalanan.

Destinasi kali ini adalah Panyabungan, ibu kota kabupaten Mandailing Natal. Normalnya dengan mobil waktu tempuh sekitar 5 jam, dan kami hanya membutuhkan kurang dari 4 jam untuk sampai, hehe. Saya pilih kota ini karena permintaan teman saya dulu yang sama bekerja di CIMB, namanya bang Nilwan, hanya saja dulu kami di unit yang berbeda. Jadi ceritanya bang Nilwan juga sudah keluar dari bank tempat kami bekerja dulu dan membuka perusahaan kontraktor sendiri yang menangani pekerjaan umum. Hhh, enakya, dia keluar dari bank sekarang berhasil, eh saya gini-gina aja, weleh-weleh, ups.

Bang Nilwan di kantornya
Beruntung banget, selama di Panyabungan, semua keperluan dan kegilaan travel kita diakomodasi sama eksekutif muda teman saya bang Nilwan. Thanks banget bang, semoga kebaikannya dibalas oleh Allah.

Kami dibawa berkeliling, makan-makan, dan lain sebagainya. Ada cukup banyak pilihan wisata alam di Panyabungan ini mulai dari pemandian air panas yang air belerangnya bersumber langsung dari gunung yang masih aktif, wisata tempat bersejarah, dan panorama alam yang masih asli.

Danau Marambe menjelang Maghrib
Kami start perjalanan tanggal 24 pagi dari Rantauprapat sekitar jam 9 pagi, lalu jam 1 siangnya kami sudah berada di Panyabungan, langsung menikmati makan siang. Sore harinya kami diantar ke danau Marambe pakai mobil bang Nilwan yang keren, hehe. Jarakmya sekitar 20 menit dari pusat kota.

Narsis bersama
Danau atau kalau saya sih lebih cocok menyebutnya telaga Marambe ini terletak di perbukitan. Dengan udara yang masih sejuk dan asri, tempat ini bisa menjadi pilihan untuk menghabiskan waktu bersantai.

Bagi sahabat yang hoby mancing, tempat ini recomendedlah. Soalnya disini ikannya gede-gede dan kita difasilitasi oleh cafe sekitar danau untuk memanggang langsung hasil tangkapan.

Kepengen mancing tapi gak sempat
Santai-santai sebentar sambil menikmati minuman dingin, setelah itu kami bergerak ke arah lokasi Sumur Sampuraga. Menurut cerita rakyat setempat, sumur Sampuraga ini terbentuk seperti yang ada dalam kisah seorang anak yang durhaka kepada Ibunya. Yah, kalau menurut saya mirip-mirip Malin Kundang laah.

Sumur Sampuraga
Sumur tersebut sebetulnya adalah mata air panas yang keluar dari perut bumi. Gelembung-gelembung yang menggelegak menandakan air tersebut sangat panas oleh sebab itu lokasi dipagari. Di sekitar lokasi tersebut memang terdapat banya titik sumber air panas yang mengandung belerang. Jadi kalau sobat baru pertama kali berkunjung nanti, jangan saling tuduh bilang temannya kentut, karena itu adalah aroma belerang.

Kolam air panas yang tidak jauh dari sumur
Satu hal yang disayangkan dari tempat ini adalah mulai terbengkalainya prasarana menuju site maupun di lokasi. Seharusnya pemda setempat bisa lebih merawat tempat ini karena masih memiliki potensi historis maupun wisata.

Teman saya berkata orang-orang sering merebus telur di tempat ini, yah, paling hanya butuh waktu sekitar 2 menit. Menjelang malam kami pulang, karena lokasi tidak memiliki penerangan yang memadai dan lumayan jauh dari pemukiman.

Kopi Takar, dalam bahasa Mandailing yang artinya Kopi Tempurung
Malam hari yang cukup dingin enaknya menikmati kuliner khas Mandailing yaitu Gulai Ikan Sale, yang merupakan ikan yang diasapi beberapa lama sampai bagian dalam masak dan bagian luar kering menghitam, sensasi aroma asapnya sangat nikmat denga bumbu gulai yang cenderung pedas.

Ngopi dulu ah..
Satu lagi yang khas dari Panyabungan adalah Kopi Takar. Kopi dari jenis Arabika ini diolah secara manual denga proses tradisional. Lumayan strong tapi strukturnya sangat smooth, ditambah dengan campuran rempah dan kayu manis.

Kopi takar ini sangat mantap rasanya, apalagi dinikmati di dinginnya malam sambil bersenda gurau dengan teman-teman.

Rumah Raja yang masih dihuni oleh keturunannya
Pagi yang cerah setelah beristirahat dengan nyaman. Tak jauh dari pusat kota kami menuju kompleks rumah adat Mandailing, yang dulunya digunakan oleh Raja yang memerintah. Kompleks masih sangat terawat, pada beberapa waktu terdapat pertunjukan tradisional tahunan yang diadakan di tempat ini. Sayang, saat kami berkunjung belum waktunya.

Paya Bulan
Sekitar jam 10 pagi, kami berpindah ke lokasi yang bernama Paya Bulan. Tempat ini adalah hamparan padang rumput yang luas yang terhampar di kaki gunung Sorik Marapi. Sering dijadikan tempat piknik keluarga, letaknya di tengah persawahan yang luas. Dari pusat kota kita hanya perlu menempuh setengah jam. Ini beberapa gambar yang kami ambil.


Bergaya angkuh
Saya suka tempat ini, saya suka ketenangan dan angin sepoi-sepoinya. Kayaknya bisa juga nih dijadiin tempat main Golf, hehe.

Bagi sobat yang juga butuh ketenangan, saya recomended juga deh Paya Bulan ini. Rasanya di padang rumput yang luas begitu kita bisa teriak sekencang-kencangnya. :P

Ki-Ka: Saya, bang Nilwan, Sugi, bang Ihsan

Saatnya mandi air panas, dan dari sekian banyak pemandian air panas yang ada di Panyabungan, kami cuma berkunjung ke Air Panas Sibanggor, tempatnya berada agak ke puncak gunung, semakin naik udaranya semakin dingin, makin cocok untuk mandi air panas.

Air panas Sibanggor
Dengan latar belakang persawahan dan alam terbuka, menjadi sensasi tersendiri berendam dalam kolam dan aliran sungai buatan yang memiliki level-level panas tertentu. Menurut penduduk setempat, air panas yang mengandung belerang ini juga sangat efektif untuk penyakit-penyakit kulit. Saran saya, kalau sobat baru pertama kali mandi seperti ini, cobalah perlahan pada air yang tidak terlalu panas agar tidak terlalu kaget.

Bebatuan Belerang
Dari dalam celah-celah bebatuan terdengar suara berisik dan air mendidih. Kalau terlalu dekat bisa bahaya juga sepertinya. Tapi sensasinya seperti berada di sauna juga.

Saya lupa nama tempat kami berandam yang seperti sungai di bawah ini. Yang saya ingat letaknya tidak begitu jauh dari pemandian Sibanggor, paling hanya sekitar 10 menitan.

Pemandian air panas khusus laki-laki, tidak terlalu panas
Panasnya pas untuk berendam
Selesai berendam, mandi-mandi, dan makan lagi, hehe, kami bergerak ke arah jalan lintas Natal. Terdapat sebuah tempat yang biasa disebut panatapan atau dalam bahasa Indonesia-nya tempat melihat-lihat.

Desa Sopotinjak
Lokasi panatapan tersebut adalah desa Sopotinjak, desa yang terletak antara kecamatan Panyabungan dan kecamatan Natal. Kita bisa menikmati panorama pegunungan yang terhampar luas. Terdapat banyak restoran sepanjang panatapan yang bisa kita gunakan untuk bersantap ria sambil memandang-mandang.

View dari panatapan
Sambil menikmati kuliner
View dari panatapan
Di udara pegunungan yang dingin seperti ini enaknya menikmati segelas teh manis hangat sambil makan jagung bakar yang banyak di juas di sepanjang pinggiran lokasi. Sobat tidak perlu kawatir soal harga di tempat ini, karena menurut saya semuanya serba murah, enak, dan yang pastinya sensasinya sangat nikmat sambil kita bersantai menghilangkan penat.

Hari semakin malam, saatnya kami kembali ke rumah, tidak rumah saya maksudnya, tapi rumahnya bang Nilwan. Kami harus beristirahat, karena kesokan paginya kami akan melanjutkan perjalanan yang sekaligus menjadi perjalanan pulang. Jadi ceritanya masih bersambung nih, sampai jumpa sahabat semuanya. Salam liburan, salam jepret..!


Jumat, 27 Desember 2013

Akhirnya Pulang (III)


Sedikit nyali, sedikit rasa ingin tau, 710 km, keras - lembut angin, rasa takut tapi tak yakin karena puas. Systematic Chaos Backpacking III: Ride for Life, Life for Ride..

Sabtu, 21 Desember 2013

Minggu, 15 Desember 2013

Tidak ada ide

tidak ada ide
tidak untuk hal seperti ini
tidak ada jawaban yang diperlukan untuk saat ini

aku bosan
hal ini sungguh terlihat seperti omong kosong yang aku tak tau mengapa bisa begini
mengapa kemarin kita harus repot-repot jika hanya untuk seperti ini

tapi kadang mungkin kita tak bisa menghindar dari sesuatu yang terlanjur sia-sia
itu yang membuatku atau mungkin kita merasa tidak tau apa-apa tentang mengapa bisa begini

yah, tidak ada ide
maafkan saja diri kita masing-masing

posted from Bloggeroid

Senin, 09 Desember 2013

Expedition Wonderful Balige

Si Anwar dan danau Toba
Assalamualaikum sahabat semuanyaaa..! Alhamdulillah semoga kita selalu diberi nikmat untuk menyadari bahwa semua yang ada dalam hidup yang luar biasa ini adalah pemberianNya.

Rute via Siguragura
Baiklah, kali ini saya yang masih terasa pegal karena semalam, tepatnya Minggu 8 Desember 2013 saya dan teman saya Anwar kembali melakukan ekspedisi wisata, dan kali ini destinasi kami adalah Balige, satu kota indah di pinggiran danau Toba.

Kali pertama buat Anwar
Menjadi ibu kota kabupaten Toba Samosir sejak 1999 membuat Balige sudah sangat jauh berbeda semenjak yang saya ingat dulu. Ya, saya pernah menghabiskan masa kecil di kota Tarutung, sekitar 2 jam dari Balige.

Toba view, lewat sedikit dari Lumban Silintong
Lumban Silintong

Cerita kita mulai dari kota kami Rantauprapat, kami sudah merencanakan perjalanan gila dengan sepeda motor ini selama 2 hari. Kami mengkalkulasi semua rute yang mungkin dilalui untuk mencapai Balige. Setelah hitung sana-sini dibantu Google Map, ahirnya kami memilih jalur lintas Siguragura. Lebih tepatnya rute kami adalah Rantauprapat - Pulu Raja - Siguragura - Porsea - Balige. Kami start jam 5 pagi, berhenti 15 menit untuk sarapan, total waktu tempuh sampai di Balige adalah 3,5 jam.

Anwar beristirahat di hutan bambu, pinggiran danau Toba
Sampai di Balige sudah sekitar jam 8.30, kami menuju Lumban Silintong. Desa ini begitu asri dengan sajian sawah dan rumah penduduk di pinggir danau Toba. Kami berkeliling sekitar setengah jam dan memutuskan untuk beristirahat sambil membeli beberapa makana ringan. Sebetulnya selera banget untuk langsung nyemplung mandi tapi dinginnya itu lho, ya ampun, kalo bernafas aja kayak keluar asap-asap gitu dari mulut, siapa tahan mandi coba? hehe.

Narsis sejenak
Air danau toba memang terkenal jernih. Birunya yang tenang menjadi daya tarik yang tak pernah membuat bosan untuk melihatnya. Sayang, karena terlalu dingin, kami membatalkan niat kami untuk berenang. Tapi tak apalah, melihatnya saja sudah sangat menyegarkan mata.

Baiklah, sudah cukup nongkrong asiknya, petualangan masih panjang. Tujuan selanjutnya adalah T.B. Silalahi Museum Center. Info singkat, lokasi tersebut adalah milik yayasan om T.B. Silalahi yang tidak lain adalah putra daerah yang mengharumkan nama kampungnya dalam karirnya di TNI maupun kenegaraan.

T. B. Silalahi Museum Center

Museum Batak
Dari lokasi wisata Lumban Silintong, sekarang kita menuju ke arah kota Balige dan mengarah ke kantor Bupati Toba Samosir. Lokasi kantor-kantor resmi tersebut dibangun di areal perbukitan dengan view danau Toba.

Pintu masuk T.B. Silalahi Museum Center
Komplek ini diresmikan langsung oleh Presiden SBY tahun 2011. Penataan dan arsitektur bangunan-bangunannya adalah hasil blending budaya Batak dan modern. Yang bikin nambah asik, seluruh lokasinya dilengkapi jaringan Wi-Fi, jadi gak perlu kawatir foto-foto narsisnya gak diupload, hehe.


Bagian dalam Museum Batak
Secara keseluruhan menurut saya kompleks ini terbagi menjadi 5 bagian. Pertama Museum Batak, tempat koleksi bersejarah tentang adat Batak dan keaneka ragamannya. Kedua adalah T.B. Silalahi Center, tempat koleksi dan semua hal bersifat historis dari om T.B Silalahi dan keluarga serta di dalamnya ada theater pertunjukan. Ketiga, Huta Batak, merupakan replika dari perkampungan adat Batak Toba. Keempat, food corner. Dan kelima, Aula terbuka yang menghadap langsung ke danau Toba.

Salah satu bagian benda-benda bersejarah
Al-Quran berumur 300 tahun, salah satu bukti sejarah pada era awal masuknya Islam di daerah Toba
Naskah bersejarah dengan aksara Batak Toba

Museum ini sangat lengkap, di dalamnya terdapat peralatan-peralatan kuno yang dikumpulkan dari 6 bagian besar suku batak yaitu Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Angkola, dan Mandailing.

Di dalam Museum Batak tersebut semua koleksi ditampilkan dengan informasi detail mengenai objeknya serta bantuan sistem informasi yang tersedia berupa display layar sentuh yang bisa langsung diakses oleh pengunjung untuk mengetahui lebih dalam lagi.

Narsis lagi
Dari mulai alat musik sampai senjata perang
Tangga masuk museum













Taman dan rumah adat yang menghadap danau Toba
Ada satu bagian yang saya sukai dari museum Batak, yaitu satu ruangan pameran yang dibuat khusus untuk menghargai pahlawan kita, idola saya Raja Sisingamangarja XII. Terdapat replika beliau dan temannya Panglima dari Aceh dalam pertempuran melawan Belanda. Beliau yang satu ini menurut saya sungguh kharismatis, sangat berbeda, dan saya tetap meyakini dia seorang Mujahidin.

Glorious War
Pose di depan replika sang idola
Pose aja yang penting gaya
Di sini diceritakan bagaimana Raja Sisingamangaraja XII berperang melawan penjajah, tanpa persenjataan yang memadai, tanpa dukungan yang memadai. Dia tidak memilih jalan yang "membahagiakan" lewat berdamai dengan penjajah dan menjadi penjilat Belanda. Tidak ada daerah kekuasaan yang ditukar dengan Istri cantik dan emas seperti kelakukan beberapa Sultan Islam di zamannya. Bahkan putrinya  ikut serta langsung dalam pertempuran.

Yah, semoga semangatnya tidak pernah pudar untuk kita sebagai generasi penerus.

Melamun atau sengaja melamun biar difoto?
Bagian belakang museum menghadap langsung danau Toba
Setelah keluar dari Museum Batak













View danau Toba dari Aula terbuka
Oke baik sekarang kita menuju lokasi selanjutnya, T. B. Silalahi Center. Seperti yang saya jelaskan singkat diatas, bangunan ini didedikasikan untuk T. B. Silalahi dan keluarga. Benda-benda bersejarah Om T. B Silalahi dari kecil seperti Ijazah sekolah-sekolahnya sampai penghargaan-penghargaan yang diterimanya selama berkarir di TNI maupun mentri.

T. B. Silalahi Center
Yah, anggap ajalah doski anak kampung yang memulai semuanya dari nol. Bermodal kerja keras dan disiplin dia merantau untuk bersekolah ke tanah Jawa. Di dalam gedung ini juga terdapat semacam theater tempat pertunjukan jika ada acara khusus. Cukup luas dan capek juga kalo disuruh ngelilinginnya.

Lukisan om T. B. Silalahi
Benda-benda koleksi pribadi ada juga bendera negara tempat bertugas waktu masih di TNI dan PBB


Gini nih orang jail, pengantin cewe ditutup matanya, pengantin cowo dicolok idungnya





















Oke, sekarang kita pinda lokasi, selanjutnya adalah Huta Batak, ini adalah replika perkampungan Batak Toba kuno, lengkap dengan ornamen-ornamen tata bangunannya. Di tempat ini terdapat 6 rumah adat Batak Toba yang disebut juga Jabu Bolon artinya rumah besar. Yah, kalau dilihat mirip rumah adat Toraja juga ya?

Dibatasi pohon adat, pohon Hariara
Perkampungan adat
Rumah Bolon
Bergaya lagi




















Di replika desa adat Batak Toba ini dijelaskan kebiasaan penduduknya, dari mulai tatanan hukum, sehari-hari, adat beribadah dan sebagainya. Di ujung desa juga terdapat satu pohon besar yang bagi orang Batak diberi nama pohon Hariara, yang merupakan penanda batas tanah orang-orang atau bisa juga batas dari satu Huta (desa). Menurut saya, desa ini sangat eksotis, sejuk, apalagi bersampingan langsung dengan persawahan yang berbatas dengan danau Toba.





Hmm, begitulah ekspedisi perjalanan kami kali ini, sekarang saatnya pulang. Rute balik yang kami tempuh masih sama sih. Saran saya kalau jalan dari rute ini sebaiknya menggunakan jaket tebal karena udara gunung sangat dingin. Walaupun kondisi jalan mulus tetap harus berhati-hati, karena sepanjang hutan Pinus terdapat jurang-jurang yang dalamnya minta ampun, saya rasa ngeri kalo harus bawa motor lewat sini, hehe. Baiklah kalau begitu, buat sahabat semua, tetep jangan malas menjelajahi negeri kita ini ya, karena pasti masih sangat banyak keindahannya yang belum terungkap. Dadaaa..!


Salam Dangdut..